Rabu, Februari 23, 2011

Nyamplung

Share & Comment
Nama yang kedengaran aneh, ya? Jika mau, masih ada nama lainnya, tinggal pilih mana yang lebih enak didengar: Bintangur, Eyobe (Enggano), Punaga (Minangkabau), Penago (Lampung), Nyamplung (Melayu, Jawa, Sunda), Camplong (Madura, Bali), Mantan (Bima), Camplong (Timor), Dingkalreng (Sangir), Dongkalan (Mongondow), Dungala (Gorontalo), Lilambe (Buol), Punaga (Makasar), Pude (Bugis), Hatan (Ambon), Fotako (Ternate). Banyak bukan? Jika mau yang lebih jadul ada Hitaullo.

Hitaullo adalah sebutan untuk Nyamplung 700 tahun lalu, zaman di mana Majapahit berkuasa di nusantara. Pada zaman itu, Hitaullo sudah umum digunakan sebagai bahan bakar bagi alat penerangan. Kini, buah yang sama masih digunakan sebagai bahan bakar, namun tidak hanya bagi alat penerangan, melainkan juga diolah menjadi bio-kerosen dan bio-solar.

Pohon Nyamplung memang umumnya ditemukan di pesisir, tetapi sebetulnya bisa tumbuh baik di mana saja hingga 600 meter di atas permukaan laut. Ia juga sangat toleran terhadap kadar air, jenis tanah, bahkan salinitas. Akarnya yang dalam dan kuat sanggup mengikat tebing dan menahan bibir sungai agar tidak longsor. Makanya, Nyamplung menjadi salah satu pilihan yang baik bagi tepian Tjiliwoeng. Di mana pun ditemukan lahan kosong, kita bisa mulai menanam.

Kelak, di bawah pohon Nyamplung, laskar karung bisa mengistirahatkan diri, memulihkan encok atau luka tersayat pecahan kaca dengan daunnya. Bahkan boleh juga bermanja-manja merawat kulit, menjauhkan gatal-gatal dan koreng yang merongrong konsentrasi. Bisa pula sembari nongkrong, memunguti bijinya lalu digeprek untuk menghalau urus-urus yang mengganggu perut, atau mengurut-urut kaki meredakan rematik.

Kelak, lima atau tujuh tahun lagi, pungutlah buah yang jatuh ke tanah lalu keringkan. Sisakan sebagian kecil dan simpan sebelum menumbuhkannya di tempat lain. Sekadar berjaga-jaga, karena listrik tidak senantiasa "byar". Suatu saat ketika "pet" datang, nyalakanlah. Satu biji Nyamplung cukuplah untuk menerangimu setidaknya setengah jam.

Kelak, lima atau tujuh tahun lagi, buahnya akan jatuh pula ke Tjiliwoeng. Terbawa ke hilir, bertunas dan tumbuh lagi di tepian sungai. Tajuknya akan berkembang, menjadi tempat berteduh yang nyaman bagi para pemancing dan pegiat percintaan.

Pada saat itu terjadi, semoga mereka sudah tidak mau membuang sampahnya sembarangan...
Tags: ,

Komunitas Peduli Ciliwung Bogor berdiri sejak Maret 2009. Komunitas yang menginginkan adanya rasa kepedulian terhadap keberlangsungan sungai Ciliwung di Kota Bogor. 

4 Komentar:

Moes Jum mengatakan...

makasih Oom Anakperi atas uraian lengkapnya soal Nyamplung alias Hitaullo ...

semoga nantinya Tjiliwoeng akan banyak pemancing yang mencintai sungai dan para pecinta2 lain ...hehehe

hari the blacket mengatakan...

selain untuk lampu dan untuk pemanja percintaan eh nyamplung juga buat obat tradisionil alternative lhooooo. mudah mudahan nyamplung terus berjalar di tjiliwoeng, seperti semangat yang pantang kendur.

indig3nous mengatakan...

iya pengen banget lihat pohon-pohon itu tumbuh dengan subur di bantaran CIliwung.. sperti mimpi KPC buat nanem itu pohon

Moes Jum mengatakan...

Sudah Ruby, sudah berhasil ditanam di Sukaresmi Grande

 

Artikel Populer

Tjiliwoeng on Facebook

Copyright © KOMUNITAS PEDULI CILIWUNG BOGOR | Designed by Templateism.com | Published by GooyaabiTemplates.com