Masalah klasik dan kesadaran wargaDitulis oleh Ruby Vidia Kusumah
Permasalahan sampah hampir dalam tiga minggu kemarin telah kembali menjadi buah bibir di kalangan warga Bogor. Bagaimana tidak? Akibat pemblokiran jalan masuk menuju tempat pembuangan akhir (TPA) oleh warga RT 08/05, Kampung Lalamping, Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, sejak tanggal 11 hingga 27 Agustus lalu, telah menghambat proses pengangkutan dan pembuangan sampah di wilayah Bogor. Truk-truk pengangkut sampah baik dari kota maupun kabupaten tidak dapat beroperasi secara optimal seperti biasanya. Akibatnya, sampah-sampah pun menumpuk bahkan menggunung di tempat pembuangan sementara (TPS) serta menimbulkan bau tak sedap karena busuk setelah beberapa hari tak diangkut. Di kota Bogor, sampah yang menumpuk di TPS ini meluber hingga ke jalan-jalan utama.
Selain sampah hasil pungutan di darat, pemblokiran ini juga berimbas pada pembuangan sampah hasil “Kompetisi Bersih Ciliwung antar Kelurahan se-Kota Bogor” yang diadakan oleh KPC bekerjasama dengan Pemerintah Kota Bogor (Minggu, 16/08/09). Sampah Ciliwung sebanyak 815 karung yang berhasil dikumpulkan warga dari setiap kelurahan, sementara waktu ditampung di kantor Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Paledang, kota Bogor, lalu kemudian dibuang bersama sampah lainnya ke TPA Curug Sukabumi dan Bantar Gebang Bekasi.
Setelah 16 hari berlangsung, menginjak tanggal 27 Agustus, pengangkutan sampah ke TPA Galuga pun barulah dapat kembali dilakukan secara normal. Namun, kini justru muncul pertanyaan di kepala saya, benarkah permasalahan ini telah selesai sampai disini? Menurut informasi yang diberitakan Jurnal Bogor (24/08/09), peristiwa ini merupakan kali kedua dalam tiga bulan terakhir ini. Bulan Juli yang lalu dilaporkan aksi serupa pernah terjadi. Lalu bagaimana untuk waktu ke depan nanti? Apakah benar-benar tidak akan terulang lagi…???
Dari kejadian ini, sudah saatnya bahkan menjadi suatu keharusan bagi seluruh warga Bogor untuk mulai menyadari dan memikirkan alternatif pengelolaan sampah yang tepat. Warga harus bisa mengambil pelajaran sebaik-baiknya dari peristiwa ini, karena ternyata kita tak hanya bisa mengandalkan segala sesuatunya pada “pihak tertentu” saja. Semua pihak harus terlibat dan diperlukan peran serta aktif dari seluruh warga untuk mengatasi “masalah klasik” ini. Minimal setiap individu harus berpikir bagaimana cara mengurangi sampah yang dihasilkan diri sendiri. Budaya membuang sampah pada tempatnya pun harus benar-benar kembali ditegakkan. Setidaknya kini kita harus menanamkan pemikiran bahwa “tas dan kantung baju/celana kita adalah tempat sampah pertama kita” jika tak menemukan tempat sampah terdekat. Terakhir, juga perlu diusahakan oleh kita untuk dapat memilah sampah mana yang harus dibuang dan sampah mana yang bisa didaur ulang atau diberdayagunakan kembali (sampah plastik, kertas, dan organik) agar dapat mengurangi beban sampah yang dihasilkan semaksimal mungkin.
Dalam kalimat sederhana kira-kira dapat saya tuliskan sebagai berikut:
“Semua upaya yang dilakukan sekarang merupakan "cara kita" menyediakan tempat terbaik dan aman untuk generasi mendatang”
Reference:
Email teman-teman KPC
Jurnal Bogor
Gambar diunduh dari sini
Permasalahan sampah hampir dalam tiga minggu kemarin telah kembali menjadi buah bibir di kalangan warga Bogor. Bagaimana tidak? Akibat pemblokiran jalan masuk menuju tempat pembuangan akhir (TPA) oleh warga RT 08/05, Kampung Lalamping, Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, sejak tanggal 11 hingga 27 Agustus lalu, telah menghambat proses pengangkutan dan pembuangan sampah di wilayah Bogor. Truk-truk pengangkut sampah baik dari kota maupun kabupaten tidak dapat beroperasi secara optimal seperti biasanya. Akibatnya, sampah-sampah pun menumpuk bahkan menggunung di tempat pembuangan sementara (TPS) serta menimbulkan bau tak sedap karena busuk setelah beberapa hari tak diangkut. Di kota Bogor, sampah yang menumpuk di TPS ini meluber hingga ke jalan-jalan utama.
Selain sampah hasil pungutan di darat, pemblokiran ini juga berimbas pada pembuangan sampah hasil “Kompetisi Bersih Ciliwung antar Kelurahan se-Kota Bogor” yang diadakan oleh KPC bekerjasama dengan Pemerintah Kota Bogor (Minggu, 16/08/09). Sampah Ciliwung sebanyak 815 karung yang berhasil dikumpulkan warga dari setiap kelurahan, sementara waktu ditampung di kantor Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Paledang, kota Bogor, lalu kemudian dibuang bersama sampah lainnya ke TPA Curug Sukabumi dan Bantar Gebang Bekasi.
Setelah 16 hari berlangsung, menginjak tanggal 27 Agustus, pengangkutan sampah ke TPA Galuga pun barulah dapat kembali dilakukan secara normal. Namun, kini justru muncul pertanyaan di kepala saya, benarkah permasalahan ini telah selesai sampai disini? Menurut informasi yang diberitakan Jurnal Bogor (24/08/09), peristiwa ini merupakan kali kedua dalam tiga bulan terakhir ini. Bulan Juli yang lalu dilaporkan aksi serupa pernah terjadi. Lalu bagaimana untuk waktu ke depan nanti? Apakah benar-benar tidak akan terulang lagi…???
Dari kejadian ini, sudah saatnya bahkan menjadi suatu keharusan bagi seluruh warga Bogor untuk mulai menyadari dan memikirkan alternatif pengelolaan sampah yang tepat. Warga harus bisa mengambil pelajaran sebaik-baiknya dari peristiwa ini, karena ternyata kita tak hanya bisa mengandalkan segala sesuatunya pada “pihak tertentu” saja. Semua pihak harus terlibat dan diperlukan peran serta aktif dari seluruh warga untuk mengatasi “masalah klasik” ini. Minimal setiap individu harus berpikir bagaimana cara mengurangi sampah yang dihasilkan diri sendiri. Budaya membuang sampah pada tempatnya pun harus benar-benar kembali ditegakkan. Setidaknya kini kita harus menanamkan pemikiran bahwa “tas dan kantung baju/celana kita adalah tempat sampah pertama kita” jika tak menemukan tempat sampah terdekat. Terakhir, juga perlu diusahakan oleh kita untuk dapat memilah sampah mana yang harus dibuang dan sampah mana yang bisa didaur ulang atau diberdayagunakan kembali (sampah plastik, kertas, dan organik) agar dapat mengurangi beban sampah yang dihasilkan semaksimal mungkin.
Dalam kalimat sederhana kira-kira dapat saya tuliskan sebagai berikut:
“Semua upaya yang dilakukan sekarang merupakan "cara kita" menyediakan tempat terbaik dan aman untuk generasi mendatang”
Reference:
Email teman-teman KPC
Jurnal Bogor
Gambar diunduh dari sini
5 Komentar:
jadi kanpan kota bogor bebas dari sampah yang mengunung akibat pemblokiran. olah dong olah dong he he he
iya yaa ... sptnya ini adalah saat yang tepat buat KPC tawarkan solusi utk oleh sampah
Setuju.. KPC harus unjuk beri solusi yang tepat :D
Biar "SAKTI MANDRAGUNA" ya temen2...
siap komandan..kpn kita ngumpul sambil ngabuburit untuk ngombrolin masalah solusi ini
Posting Komentar