Bukan lagi konon, tetapi memang masih banyak anakonda di Sungai Ciliwung. Tim riset ekosistem Ciliwung boleh melewatkannya, tetapi laskar karung harus menghadapinya.
Melilit batu-batu besar dan menunggu. Memerangkap segala benda yang lewat menumpang arus menghilir. Dari semula kecil ia membesar dan membesar, menyulitkan laskar karung yang sedang memulung. Kekuatannya? Jangan ditanya. Tenaga perkasa setara djoeragan onthelsat sikilkoewat atawa meneer de kikoek pun kadang bisa dipaksa menyerah.
Kalau di suatu Minggu pagi sampeyan sendirian ketemu anakonda, segera ukur kekuatan. Dengan bodi pas-pasan, janganlah memaksakan diri melawannya.
Bukan heroik namanya kalau lantas encoknya kumat. Mendingan panggil kawan-kawan, selesaikan bersama. Bersatu kita teguh bercerai kita salah urat.
Sampai minggu ini, bisa dikata anakonda masih menjadi lawan terberat. Sesudah terangkat pun anakonda ini masih merepotkan. Satu karung belum tentu cukup menampungnya, jadi harus dipotong-potong dulu.
Di tangan kita, parang mungkin terlihat hebat. Tetapi maaf, senjata ini tak cukup tangguh mencabik anakonda van tjiliwoeng. Membal bila ditebaskan dan tak segera putus bila disayatkan. Pendeknya, menghabiskan energi.
Maka, untuk menghadapi ilmu kebal anakonda van tjiliwoeng cukup dikembalikan kepada Mbah Tjiliwoeng. Ambil batu buat landesan, timpe lagi pake batu dari atas. Sama-sama makan tenaga, tetapi lebih hemat waktu. Mungkin akan lebih efisien lagi jika pakai gergaji yang matanya relatif kecil. Apalagi kalau goyangnya benar.
Selesai dipotong-potong, lalu dipak dalam karung-karung. Mengangkut karung berisi anakonda dari sungai ke pos pengumpulan lalu ke bak mobil pengangkut juga menjadi perjuangan tersendiri. Aneka benda yang baku sangkut dan baku lilit, utamanya yang berbahan kain dan bahan lain yang bisa menyimpan air, membuat bobotnya tambah berkali lipat. Sebelum sampai ke mobil pengangkut, mau tak mau harus ditangani secara manual: dipikul, dipanggul, diseret dan kalau beruntung bisa dimuat ke gerobak sampah setelah di darat.
Ketika masih di air, pengangkutan dengan cara dipikul atau dipanggul tentunya lebih sulit karena arus sungai dan bebatuan berlumut bikin kepleset-pleset. Sementara kalau diseret, meskipun Archimedes bilang bakal ada gaya ke atas yang meringankan, tetap saja melelahkan. …Ini di sungai Ciliwung, Bung… bukan di bak mandi.
Sepertinya memang harus bikin perangkap udara. Lumayan, minggu depan bisa menghemat tenaga angkut karung di sungai. Kalau ada yang mau langsung pulang ke arah Warung Jambu, Kedung Badak, Cilebut, Depok, Manggarai atau sekalian ke Pantai Indah Kapuk, boleh juga dinaiki sekalian.
Nah, ada yang mau nyumbang ban dalam?
5 Komentar:
Hehehe ... boetoehnya ban dalem jaa? Saija ndak poenja itoe Meneer. Kalo bole digenti sama tjelana dalem bole ndak? Saija poenya banjak toe di roemah
tijada bole, meneer. itoe tjelana dalem terlaloe ringkih poen. moedah ancoer. boektinja saia tijada perna nemoe itoe tjeldem, koetang meloeloe.
tjelan dalam sih buat adu pantat lalu di tjeburin ke tjiliwoeng he he jagi geres kajak plastik jang bunyija kresek kresek tur kelilit anakonda tjiliwoeng jadi ban dalam juga perlu untu,k kendaraan cai tapi eh tungu doloe ada gak danae kanyaknya perlu juga bilang sama meneer een van ucie heee biar ada solusi kalau uwong jepang bilang sakuku rata berati tjidak ada e kalau bilang nya takashi murae tingl tjari di tepian jalane heee van mener kikuke
huahahahahaha,,,pake ban dalem juragan onthelsat aja.
setubuh ( setuju ) idenya om annas huaw wa kak kak hihi hi heeee ...........! sikel kuat perlu jmoe joega yaitu jamoe ramoean madurasa eua biar anak hondanya terus jalan hi kick kick kuat mlaku 4L. irah teak
Posting Komentar