Sebuah Catatan Kegiatan Kompetisi Bersih Ciliwung (3)
Ditulis oleh Een Irawan Putra
Selama di Batam saya tetap memantau perkembangan kegiatan ini lewat email yang saya baca di handphone. Tak lupa juga saya memantaunya lewat facebook J. Jangan kagum dulu, ini hanya handphone butut yang alhamdulillah masih bisa akses internet lewat GPRS. Bukan BlackBerry.
Telpon sana, telpon sini memastikan apakah ada pihak yang ingin membantu kegiatan ini. Menanyakan berkali-kali kapan jadwalnya bisa bertemu dengan Walikota Bogor. Sampai si bapaknya tidak mau mengangkat lagi telpon dari saya. Mungkin sudah bosan ditanyain terus-menerus.
Dari Batam pindah ke Tanjung Pinang. Tanjung Pinang ke Tanjung Uban. Dari Tanjung Uban ke Lagoi. Dari Lagoi balik lagi ke Tanjung Uban dan balik lagi ke Batam. Pikiran yang ada di kepala saya masih tetap sama, bagaimana dengan kegiatan ini nantinya. Apa mungkin kegiatan ini bisa berjalan dengan baik. Besok sudah tanggal 10 Agustus.
‘Otak dan tangan’ tersenyum. “You are to much efforts or panics guys?”
Malam terakhir di Batam. Disaat belum bisa tidur, saya mencoba mencari tempat yang enak untuk nongkrong dan mengilangkan penat didepan Nagoya Hill di daerah Nagoya. Menikmati ikan laut bakar, cah kangkung dan terong goreng sambel terasi. Cukup tepat pilihannya. Nafsu makan bertambah berkali lipat. Semoga tetap sehat dan tetap segar walaupun sudah teridentifikasi menjadi manusia yang tidak normal.
Besok paginya setelah tiba di Bogor saya mulai berselancar di dunia maya. Kembali mencari dukungan kepada semua orang. Semua orang yang saya kenal dan saya anggap bisa membantu kegiatan ini saya kirimkan email untuk memohon bantuan kerjasamanya. Situs jaringan sosial terbesar didunia dan digemari manusia di seluruh dunia yaitu Facebook, saya manfaatkan untuk menyampaikan informasi kegiatan ini dan minta dukungan dari teman-teman semuanya. Tak luput pula membuat koordinasi yang baik antara sesama teman komunitas dan mulai membuat antisipasi-antisipasi.
Selasa tanggal 11 Agustus 2009. Saya kembali mengubungi Pak Dudi untuk memastikan bagaimana dengan jadwal bertemu dengan Walikota untuk audiensi. Beberapa kali saya telpon tidak juga diangkat. Akhirnya saya mengambil keputusan untuk mendatangi kantor beliau. Setiba di kantornya saya melihat dari jendela di ruangan kerjanya. Beliau masih rapat dan memberikan arahan-arahan kepada staff-nya dan beberapa orang yang saya tidak tahu berasal darimana. “Ada rapat apa pak, kok ramai sekali?” saya mencoba mencari tahu ada kegiatan apa karena kelihatan sibuk sekali sang Bapak Kepala Bidang Kebersihan. “Ada masyarakat dari Galuga. Mereka demo dan menutup akses masuk TPA Galuga. Jadi sekarang dinas kebersihan tidak bisa membuang sampah yang ada di Kota Bogor ke Galuga” jawab salah satu orang disana. Mendengar jawaban itu saya hanya bengong dan mengangguk-anggukkan kepala. “Waduh, pantesan si bapak tidak bisa dihubungi sampai dengan sekarang. Pasti runyam nih masalahnya. Setiap hari berapa banyak sampah yang akan menumpuk di Kota Bogor dan sekitarnya jika tidak bisa diangkut dan dibuang ke TPA Galuga”.
Siang harinya saya mendapat mendapat telpon dari Pak Dudi. “Bagaimana? Sudah dihubungi oleh staff-nya wali kota?. Maaf saya sibuk sekali minggu-minggu ini”. Dengan singkat saya menjawab “Belum pak”. “Waduh.. ya sudah saya telpon lagi orangnya sekarang agar bisa diatur segera jadwal audiensinya” jawab beliau sedikit panik dan buru-buru.
Karena hari H sudah semakin dekat. Mau tidak mau kegiatan ini harus dilaksanakan dengan atau tanpa piala dari Walikota. Undangan untuk kelurahan agar memberitahu warganya harus segera disebarkan.
Dihari yang sama disaat kami sedang menyebarkan undangan, handphone saya berbunyi. Terdengar suara perempuan yang sangat lembut suaranya. “Assalamualaikum bapak. Bener ini dengan Bapak EN. Saya dari Sekpri (Seketaris Pribadi) Walikota Bogor. Katanya bapak dari Komunitas Peduli Ciliwung mau audiensi ya pak. Jadwalnya hari kamis ya pak, pukul 13.00 WIB. Jangan telat ya pak”. Mendapat informasi dari Sekpri Walikota saya sangat senang sekali sekaligus deg-deg'an. Mau ngomong apa besok didepan Pak Walikota?.
Saya, Om Oeik, Kikuk dan Yd mendatangi Balaikota sesuai dengan jadwal yang dijanjikan. Para staff Walikota menyambut dengan ramah. “Pak Wali sedang ada acara di Garut, nanti kalian bertemu dengan Pak Asisten II dan para staff-nya”. Kami dipersilahkan menunggu di ruang tunggu Pak Walikota. Memasuki ruang tunggu yang sangat besar dan mewah membuat bangga. Serasa menjadi tamu penting. Sambil menunggu tuan rumah kami cengar-cengir sendiri. “Besar sekali ruangan ini” Ucap Kikuk. “Selama tinggal di Bogor baru kali ini saya masuk ruangan ini. Selama ini hanya lewat saja didepan. Terkadang duduk di halaman Balai Kota nungguin anak saya lomba” timpal Om Oiek.
Setelah sang tuan rumah datang. Kami dipersilahkan memulai untuk presentasi. Mulailah saya bercerita apa itu KPC, kenapa ada KPC, apa saja yang sudah dilakukan KPC dan bla…bla…bla… sampe terakhir saya bercerita tentang niat kami untuk mengadakan kompetisi bersih ciliwung antar kelurahan. Butuh support dari Pemerintah Kota Bogor dan meminta ini menjadi agenda tahunan di Bogor. Terakhir mohon Walikota Bogor bisa menyiapkan trophy untuk para pemenang. Teman-teman yang lain juga ikut meyakinkan sang tuan rumah setelah saya selesai berbicara. Entah itu sikap polos kami atau apa sehingga bisa banyak sekali tuntutan dari kami terhadap Pemerintah Kota Bogor.
Jawaban sang tuan rumah hanya singkat.
“Terima kasih atas kepedualian KPC terhadap kondisi lingkungan di Bogor. Pak Walikota sangat senang ada warganya yang peduli terhadap sungai ciliwung. Semoga semakin banyak warga yang peduli dan tidak hanya peduli terhadap ciliwung saja. Pak Walikota mendukung kegiatan ini dan setuju ini menjadi agenda tahunan. Kami dari Pemkot Bogor akan menyiapkan trophy untuk para pemenang. Bagi kelurahan yang menang, nanti Pak Walikota akan datang ke kelurahan tersebut dan akan memberikan langsung trophy, piagam dan hadiahnya. Bagaimana? Masih ada yang ingin disampaikan?”.
Kami semua keluar dengan senyum puas dan gembira. Otak dan tangan saya bersorak gembira. “See… many peoples support your ideas right?”. ‘Hati’ saya yang selama ini protes dan ngambek ikut tersenyum malu-malu. Huhh… lega sekali rasanya klo sebuah keinginan bisa didukung banyak pihak.
Tapi, tak lama ‘hati’ mengingatkan saya. “Tomorrow is 14th September you know. You just have three days from now for prepare this event”. Bagaimana dengan Kepastian peserta. Spanduk kegiatan. Seragam kegiatan. Logistik. Piala bagi yang menang nantinya. "Ohh God.. I’m not sure we can do it.."
Jumat, 14 Agustus.
Hari jumat pagi saya mencoba mengkonfirmasi by telepon kelurahan-kelurahan yang sudah diundang untuk ikut kompetisi ini. Apakah warganya ingin ikut kompetisi ini atau tidak. Ada 10 kelurahan yang kami undang untuk ikut kompetisi ini. Dimana kelurahan-kelurahan ini memang sudah pernah kami datangi wilayahnya dalam aktivitas mingguan kami.
Beberapa kelurahan jawabannya semangat dan antusias.
“Saya sudah sebarkan informasi ini kepada warga saya. Kelurahan kami ikut dan warga sudah siap dititik yang sudah ditentukan oleh panitia”.
Jawaban berbeda ketika saya menelpon Kelurahan T****.
“Waduh. Kegiatan kalian mendadak. Tidak mungkin saya bisa mengumpulkan warga saya dengan waktu yang mepet begini. Kami juga tidak punya dana taktis untuk mengadakan kegiatan ini dan mengumpulkan warga” Jawab sang Ibu Lurah. Mendengar jawaban itu saya langsung protes dan memotong “Maaf ibu, kegiatan ini tidak dipungut biaya dan saya kira memang tidak dibutuhkan dana apapun”. “Ya bapak tidak butuh dana, tapi kami butuh dana taktis untuk kegiatan seperti itu”. Akhir dari percakapan tersebut adalah lurahnya menyatakan bahwa kelurahannya tidak akan ikut kompetisi. Tapi... pada malam harinya saya mendapat sms dari Ketua RW dari salah satu RW di Kelurahan T****
“Saya Ketua RW **. Kami akan ikut kompetisi bersih ciliwung. Warga kami sudah siap sebanyak 45 orang” (disaat kompetisi warga yang ikut kompetisi lebih banyak yaitu 54 orang). Lah, bukannya lurahnya menyatakan warganya tidak ikut. Ini lurahnya tidak menyampaikan informasi ini ke warganya atau bagaimana?.
Jawaban yang lebih mengagumkan lagi saya dapakan ketika saya menelpon Kelurahan S****.
“Saya sudah chek tuh ke sungai tadi pagi. Sungai kami sudah bersih. Setiap 3 bulan kami selalu bergotong royong membersihkan sungai ciliwung. Jadi kami tidak ikut untuk hari minggu. Silahkan langsung dinilai saja. Pasti kami menang kok. Juara satu hadiahnya 5 juta kan??”
Mendengar jawaban-jawaban dari kelurahan-kelurahan yang saya telpon, berbagai macam rasa yang saya dapatkan. Ada rasa terharu. Benci. Lucu. Gemes. Mengerti ngga sih mereka sebenarnya ada tujuan apa kegiatan ini diadakan. Bukankah baik untuk warganya dan juga untuk kehidupan orang banyak jika mereka ikut berpartisipasi membersihkan sungai ciliwung. Selain membersihkan sungai, klo menang dapat hadiah. Huhh.. memang tidak gampang berhubungan dengan orang banyak. Otak dan tangan saya hanya tersenyum kecil. “Rilex guys… sometime every body have a diferent think about something”
Jum’at siang saya masih berada di Jakarta untuk bertemu dengan beberapa orang disana terkait dengan pekerjaan sehari-hari. Ada beberapa hal yang memang harus diselesaikan. Saya mengundang teman-teman yang sudah bersedia untuk membantu kegiatan kompetisi ini untuk kumpul malam harinya di saung tepian ciliwung di sempur pada pukul 20.00 WIB. Agendanya adalah membahas beberapa hal yang berkaitan dengan persiapan kompetisi dan hal-hal teknis lainnya.
Jam ditangan saya sudah menunjukkan pukul 16.45 WIB. Meeting ini juga belum selesai, masih harus membahas beberapa hal. Berapa kali saya menarik nafas panjang dan mengeluarkannya dengan cepat… ‘Hati’ rada jengkel. “Come on man, make a choice and decision. I must going back to Bogor now”.
Pukul 17.30 WIB saya baru bisa keluar dari sebuah kantor yang berada di Kuningan. Disaat mobil yang saya bawa keluar dari gerbang kantornya, terlihat jalanan sudah penuh dengan kendaraan. Untuk memutar balik arah, yaitu ke arah Jalan Gatot Subroto saja membutuhkan waktu 30 menit lebih. Ketika berhasil memutar arah, saya perhatikan ampere bahan bakar mobil. Jarumnya menunjukkan kondisi yang sangat kritis. Harus mampir dulu ke stasiun BBM. Saya membelokkan mobil saya ke stasiun BBM yang berada tidak jauh dari perempatan Gatot Subroto. Ketika saya mengisi bahan bakar, seorang teman saya pamit untuk ke toilet dan sholat magrib. Saya mempersilahkannya dengan senang hati. Saya parkirkan mobil di tempat parkir yang sudah tersedia dan membeli softdrink untuk melegakan tenggorokan yang sedari tadi sudah kering.
Pukul 19.30 WIB teman saya yang pamit untuk sholat belum juga muncul. Hampir satu jam saya menunggu. ‘Hati’ bener-bener jengkel. “Where are going for you pray man? In Arab Saudian?. Oh my Good…!!!” Saya hanya mondar-mandir di parkiran dengan penuh emosi dan teriak-teriak sendiri.
Pukul 20.00 WIB saya baru bisa keluar dari daerah kuningan. Saat ditanya “kenapa lama sekali?”. Dengan enteng dan tanpa berdosanya dia menjawab “Ya sekalian nunggu Sholat Isya”. Huhhhffff……
Untuk memasuki pintu tol kuningan, kendaraan masih sangat padat. Maklum akhir pekan. Seakan-akan semua orang yang berkendaraan berusaha keluar dari Jakarta. Saya hanya bisa kirim sms ke beberapa teman-teman komunitas yang berada di Bogor.
“Sekarang saya masih terjebak di daerah kuningan. Sepertinya saya akan telat sampai Bogor. Mohon maaf atas keterlambatan ini”.
Pukul 21.30 WIB saya baru bisa memulai rapat dan diskusi teknis mengenai persiapan kompetisi bersih ciliwung. Mulai dari sistem penilaian, siapa saja tim penilainya, warga mana saja yang sudah siap, bagaimana dengan seragam peserta, spanduk, karung untuk tempat sampah, trophy buat pemenang, kesiapan dinas kebesihan untuk menyiapkan kendaraannya untuk mengangkut sampahnya, dan hal-hal teknis lainnya. Dimana semuanya ini membuat energi saya benar-benar terkuras habis. Dipaksa terus untuk berfikir dari sisa-sisa energi yang ada. Saya dan teman-teman komunitas baru bisa pulang untuk istirahat sekitar 23.30 WIB.
Sabtu, 15 Agustus.
Sabtu pagi dengan bermodalkan laptop pinjaman saya membawa motor pinjaman meluncur ke saung tepian ciliwung. Standby disana. Menelpon kembali beberapa orang untuk memastikan kesiapannya. Memastikan bagaimana dengan persiapan kaos peserta, spanduk, kapan semua logistik kompetisi akan diambil dan segala macamnya. ‘Hati’ gundah, apakah mungkin kaos sebanyak 500 pcs bisa jadi dalam waktu 2 hari? Wallahualam pikirku dalam hati. Hanya Tuhan yang tahu.
Pagi itu satu-persatu teman-teman komunitas (manusia yang tidak normal) datang. Ada yang datang dan menceritakan hasil survey titik lokasi dimana saja lokasi kumpulnya warga dan akan melakukan aksi pemulungan. Ada yang datang membawa konsep press release yang akan disebarkan ke berbagai media. Ada yang menelpon memastikan bahwa semua persiapan logistik sudah OK. Semua memastikan klo persipan sudah 99% siap.
Hari itu semua bekerja sama dan bahu-membahu mempersiapkan segala hal untuk besok pagi. Penuh canda dan tawa. Seolah-olah tidak ada yang merasa terbebani dengan tanggung jawab yang diberikan. Ikhlas melaksanakan kewajibannya. Saya sangat salut dan bangga bisa bersama orang-orang yang tidak normal ini. Bergabung bersama Komunitas Peduli Ciliwung. Komunitas yang bermimpi sungai ciliung bisa bersih dan sejuk. Damai dan indah. Walaupun entah kapan mimpi itu terwujud.
‘Otak dan tangan’ seolah-olah menepuk pundak saya.
“Congratulation guys… you have crazy friends for support this event. You not alone you know!. Go on to the next DREAMS”.
Foto: Hariyono
Ditulis oleh Een Irawan Putra
Selama di Batam saya tetap memantau perkembangan kegiatan ini lewat email yang saya baca di handphone. Tak lupa juga saya memantaunya lewat facebook J. Jangan kagum dulu, ini hanya handphone butut yang alhamdulillah masih bisa akses internet lewat GPRS. Bukan BlackBerry.
Telpon sana, telpon sini memastikan apakah ada pihak yang ingin membantu kegiatan ini. Menanyakan berkali-kali kapan jadwalnya bisa bertemu dengan Walikota Bogor. Sampai si bapaknya tidak mau mengangkat lagi telpon dari saya. Mungkin sudah bosan ditanyain terus-menerus.
Dari Batam pindah ke Tanjung Pinang. Tanjung Pinang ke Tanjung Uban. Dari Tanjung Uban ke Lagoi. Dari Lagoi balik lagi ke Tanjung Uban dan balik lagi ke Batam. Pikiran yang ada di kepala saya masih tetap sama, bagaimana dengan kegiatan ini nantinya. Apa mungkin kegiatan ini bisa berjalan dengan baik. Besok sudah tanggal 10 Agustus.
‘Otak dan tangan’ tersenyum. “You are to much efforts or panics guys?”
Malam terakhir di Batam. Disaat belum bisa tidur, saya mencoba mencari tempat yang enak untuk nongkrong dan mengilangkan penat didepan Nagoya Hill di daerah Nagoya. Menikmati ikan laut bakar, cah kangkung dan terong goreng sambel terasi. Cukup tepat pilihannya. Nafsu makan bertambah berkali lipat. Semoga tetap sehat dan tetap segar walaupun sudah teridentifikasi menjadi manusia yang tidak normal.
Besok paginya setelah tiba di Bogor saya mulai berselancar di dunia maya. Kembali mencari dukungan kepada semua orang. Semua orang yang saya kenal dan saya anggap bisa membantu kegiatan ini saya kirimkan email untuk memohon bantuan kerjasamanya. Situs jaringan sosial terbesar didunia dan digemari manusia di seluruh dunia yaitu Facebook, saya manfaatkan untuk menyampaikan informasi kegiatan ini dan minta dukungan dari teman-teman semuanya. Tak luput pula membuat koordinasi yang baik antara sesama teman komunitas dan mulai membuat antisipasi-antisipasi.
Selasa tanggal 11 Agustus 2009. Saya kembali mengubungi Pak Dudi untuk memastikan bagaimana dengan jadwal bertemu dengan Walikota untuk audiensi. Beberapa kali saya telpon tidak juga diangkat. Akhirnya saya mengambil keputusan untuk mendatangi kantor beliau. Setiba di kantornya saya melihat dari jendela di ruangan kerjanya. Beliau masih rapat dan memberikan arahan-arahan kepada staff-nya dan beberapa orang yang saya tidak tahu berasal darimana. “Ada rapat apa pak, kok ramai sekali?” saya mencoba mencari tahu ada kegiatan apa karena kelihatan sibuk sekali sang Bapak Kepala Bidang Kebersihan. “Ada masyarakat dari Galuga. Mereka demo dan menutup akses masuk TPA Galuga. Jadi sekarang dinas kebersihan tidak bisa membuang sampah yang ada di Kota Bogor ke Galuga” jawab salah satu orang disana. Mendengar jawaban itu saya hanya bengong dan mengangguk-anggukkan kepala. “Waduh, pantesan si bapak tidak bisa dihubungi sampai dengan sekarang. Pasti runyam nih masalahnya. Setiap hari berapa banyak sampah yang akan menumpuk di Kota Bogor dan sekitarnya jika tidak bisa diangkut dan dibuang ke TPA Galuga”.
Siang harinya saya mendapat mendapat telpon dari Pak Dudi. “Bagaimana? Sudah dihubungi oleh staff-nya wali kota?. Maaf saya sibuk sekali minggu-minggu ini”. Dengan singkat saya menjawab “Belum pak”. “Waduh.. ya sudah saya telpon lagi orangnya sekarang agar bisa diatur segera jadwal audiensinya” jawab beliau sedikit panik dan buru-buru.
Karena hari H sudah semakin dekat. Mau tidak mau kegiatan ini harus dilaksanakan dengan atau tanpa piala dari Walikota. Undangan untuk kelurahan agar memberitahu warganya harus segera disebarkan.
Dihari yang sama disaat kami sedang menyebarkan undangan, handphone saya berbunyi. Terdengar suara perempuan yang sangat lembut suaranya. “Assalamualaikum bapak. Bener ini dengan Bapak EN. Saya dari Sekpri (Seketaris Pribadi) Walikota Bogor. Katanya bapak dari Komunitas Peduli Ciliwung mau audiensi ya pak. Jadwalnya hari kamis ya pak, pukul 13.00 WIB. Jangan telat ya pak”. Mendapat informasi dari Sekpri Walikota saya sangat senang sekali sekaligus deg-deg'an. Mau ngomong apa besok didepan Pak Walikota?.
Saya, Om Oeik, Kikuk dan Yd mendatangi Balaikota sesuai dengan jadwal yang dijanjikan. Para staff Walikota menyambut dengan ramah. “Pak Wali sedang ada acara di Garut, nanti kalian bertemu dengan Pak Asisten II dan para staff-nya”. Kami dipersilahkan menunggu di ruang tunggu Pak Walikota. Memasuki ruang tunggu yang sangat besar dan mewah membuat bangga. Serasa menjadi tamu penting. Sambil menunggu tuan rumah kami cengar-cengir sendiri. “Besar sekali ruangan ini” Ucap Kikuk. “Selama tinggal di Bogor baru kali ini saya masuk ruangan ini. Selama ini hanya lewat saja didepan. Terkadang duduk di halaman Balai Kota nungguin anak saya lomba” timpal Om Oiek.
Setelah sang tuan rumah datang. Kami dipersilahkan memulai untuk presentasi. Mulailah saya bercerita apa itu KPC, kenapa ada KPC, apa saja yang sudah dilakukan KPC dan bla…bla…bla… sampe terakhir saya bercerita tentang niat kami untuk mengadakan kompetisi bersih ciliwung antar kelurahan. Butuh support dari Pemerintah Kota Bogor dan meminta ini menjadi agenda tahunan di Bogor. Terakhir mohon Walikota Bogor bisa menyiapkan trophy untuk para pemenang. Teman-teman yang lain juga ikut meyakinkan sang tuan rumah setelah saya selesai berbicara. Entah itu sikap polos kami atau apa sehingga bisa banyak sekali tuntutan dari kami terhadap Pemerintah Kota Bogor.
Jawaban sang tuan rumah hanya singkat.
“Terima kasih atas kepedualian KPC terhadap kondisi lingkungan di Bogor. Pak Walikota sangat senang ada warganya yang peduli terhadap sungai ciliwung. Semoga semakin banyak warga yang peduli dan tidak hanya peduli terhadap ciliwung saja. Pak Walikota mendukung kegiatan ini dan setuju ini menjadi agenda tahunan. Kami dari Pemkot Bogor akan menyiapkan trophy untuk para pemenang. Bagi kelurahan yang menang, nanti Pak Walikota akan datang ke kelurahan tersebut dan akan memberikan langsung trophy, piagam dan hadiahnya. Bagaimana? Masih ada yang ingin disampaikan?”.
Kami semua keluar dengan senyum puas dan gembira. Otak dan tangan saya bersorak gembira. “See… many peoples support your ideas right?”. ‘Hati’ saya yang selama ini protes dan ngambek ikut tersenyum malu-malu. Huhh… lega sekali rasanya klo sebuah keinginan bisa didukung banyak pihak.
Tapi, tak lama ‘hati’ mengingatkan saya. “Tomorrow is 14th September you know. You just have three days from now for prepare this event”. Bagaimana dengan Kepastian peserta. Spanduk kegiatan. Seragam kegiatan. Logistik. Piala bagi yang menang nantinya. "Ohh God.. I’m not sure we can do it.."
Jumat, 14 Agustus.
Hari jumat pagi saya mencoba mengkonfirmasi by telepon kelurahan-kelurahan yang sudah diundang untuk ikut kompetisi ini. Apakah warganya ingin ikut kompetisi ini atau tidak. Ada 10 kelurahan yang kami undang untuk ikut kompetisi ini. Dimana kelurahan-kelurahan ini memang sudah pernah kami datangi wilayahnya dalam aktivitas mingguan kami.
Beberapa kelurahan jawabannya semangat dan antusias.
“Saya sudah sebarkan informasi ini kepada warga saya. Kelurahan kami ikut dan warga sudah siap dititik yang sudah ditentukan oleh panitia”.
Jawaban berbeda ketika saya menelpon Kelurahan T****.
“Waduh. Kegiatan kalian mendadak. Tidak mungkin saya bisa mengumpulkan warga saya dengan waktu yang mepet begini. Kami juga tidak punya dana taktis untuk mengadakan kegiatan ini dan mengumpulkan warga” Jawab sang Ibu Lurah. Mendengar jawaban itu saya langsung protes dan memotong “Maaf ibu, kegiatan ini tidak dipungut biaya dan saya kira memang tidak dibutuhkan dana apapun”. “Ya bapak tidak butuh dana, tapi kami butuh dana taktis untuk kegiatan seperti itu”. Akhir dari percakapan tersebut adalah lurahnya menyatakan bahwa kelurahannya tidak akan ikut kompetisi. Tapi... pada malam harinya saya mendapat sms dari Ketua RW dari salah satu RW di Kelurahan T****
“Saya Ketua RW **. Kami akan ikut kompetisi bersih ciliwung. Warga kami sudah siap sebanyak 45 orang” (disaat kompetisi warga yang ikut kompetisi lebih banyak yaitu 54 orang). Lah, bukannya lurahnya menyatakan warganya tidak ikut. Ini lurahnya tidak menyampaikan informasi ini ke warganya atau bagaimana?.
Jawaban yang lebih mengagumkan lagi saya dapakan ketika saya menelpon Kelurahan S****.
“Saya sudah chek tuh ke sungai tadi pagi. Sungai kami sudah bersih. Setiap 3 bulan kami selalu bergotong royong membersihkan sungai ciliwung. Jadi kami tidak ikut untuk hari minggu. Silahkan langsung dinilai saja. Pasti kami menang kok. Juara satu hadiahnya 5 juta kan??”
Mendengar jawaban-jawaban dari kelurahan-kelurahan yang saya telpon, berbagai macam rasa yang saya dapatkan. Ada rasa terharu. Benci. Lucu. Gemes. Mengerti ngga sih mereka sebenarnya ada tujuan apa kegiatan ini diadakan. Bukankah baik untuk warganya dan juga untuk kehidupan orang banyak jika mereka ikut berpartisipasi membersihkan sungai ciliwung. Selain membersihkan sungai, klo menang dapat hadiah. Huhh.. memang tidak gampang berhubungan dengan orang banyak. Otak dan tangan saya hanya tersenyum kecil. “Rilex guys… sometime every body have a diferent think about something”
Jum’at siang saya masih berada di Jakarta untuk bertemu dengan beberapa orang disana terkait dengan pekerjaan sehari-hari. Ada beberapa hal yang memang harus diselesaikan. Saya mengundang teman-teman yang sudah bersedia untuk membantu kegiatan kompetisi ini untuk kumpul malam harinya di saung tepian ciliwung di sempur pada pukul 20.00 WIB. Agendanya adalah membahas beberapa hal yang berkaitan dengan persiapan kompetisi dan hal-hal teknis lainnya.
Jam ditangan saya sudah menunjukkan pukul 16.45 WIB. Meeting ini juga belum selesai, masih harus membahas beberapa hal. Berapa kali saya menarik nafas panjang dan mengeluarkannya dengan cepat… ‘Hati’ rada jengkel. “Come on man, make a choice and decision. I must going back to Bogor now”.
Pukul 17.30 WIB saya baru bisa keluar dari sebuah kantor yang berada di Kuningan. Disaat mobil yang saya bawa keluar dari gerbang kantornya, terlihat jalanan sudah penuh dengan kendaraan. Untuk memutar balik arah, yaitu ke arah Jalan Gatot Subroto saja membutuhkan waktu 30 menit lebih. Ketika berhasil memutar arah, saya perhatikan ampere bahan bakar mobil. Jarumnya menunjukkan kondisi yang sangat kritis. Harus mampir dulu ke stasiun BBM. Saya membelokkan mobil saya ke stasiun BBM yang berada tidak jauh dari perempatan Gatot Subroto. Ketika saya mengisi bahan bakar, seorang teman saya pamit untuk ke toilet dan sholat magrib. Saya mempersilahkannya dengan senang hati. Saya parkirkan mobil di tempat parkir yang sudah tersedia dan membeli softdrink untuk melegakan tenggorokan yang sedari tadi sudah kering.
Pukul 19.30 WIB teman saya yang pamit untuk sholat belum juga muncul. Hampir satu jam saya menunggu. ‘Hati’ bener-bener jengkel. “Where are going for you pray man? In Arab Saudian?. Oh my Good…!!!” Saya hanya mondar-mandir di parkiran dengan penuh emosi dan teriak-teriak sendiri.
Pukul 20.00 WIB saya baru bisa keluar dari daerah kuningan. Saat ditanya “kenapa lama sekali?”. Dengan enteng dan tanpa berdosanya dia menjawab “Ya sekalian nunggu Sholat Isya”. Huhhhffff……
Untuk memasuki pintu tol kuningan, kendaraan masih sangat padat. Maklum akhir pekan. Seakan-akan semua orang yang berkendaraan berusaha keluar dari Jakarta. Saya hanya bisa kirim sms ke beberapa teman-teman komunitas yang berada di Bogor.
“Sekarang saya masih terjebak di daerah kuningan. Sepertinya saya akan telat sampai Bogor. Mohon maaf atas keterlambatan ini”.
Pukul 21.30 WIB saya baru bisa memulai rapat dan diskusi teknis mengenai persiapan kompetisi bersih ciliwung. Mulai dari sistem penilaian, siapa saja tim penilainya, warga mana saja yang sudah siap, bagaimana dengan seragam peserta, spanduk, karung untuk tempat sampah, trophy buat pemenang, kesiapan dinas kebesihan untuk menyiapkan kendaraannya untuk mengangkut sampahnya, dan hal-hal teknis lainnya. Dimana semuanya ini membuat energi saya benar-benar terkuras habis. Dipaksa terus untuk berfikir dari sisa-sisa energi yang ada. Saya dan teman-teman komunitas baru bisa pulang untuk istirahat sekitar 23.30 WIB.
Sabtu, 15 Agustus.
Sabtu pagi dengan bermodalkan laptop pinjaman saya membawa motor pinjaman meluncur ke saung tepian ciliwung. Standby disana. Menelpon kembali beberapa orang untuk memastikan kesiapannya. Memastikan bagaimana dengan persiapan kaos peserta, spanduk, kapan semua logistik kompetisi akan diambil dan segala macamnya. ‘Hati’ gundah, apakah mungkin kaos sebanyak 500 pcs bisa jadi dalam waktu 2 hari? Wallahualam pikirku dalam hati. Hanya Tuhan yang tahu.
Pagi itu satu-persatu teman-teman komunitas (manusia yang tidak normal) datang. Ada yang datang dan menceritakan hasil survey titik lokasi dimana saja lokasi kumpulnya warga dan akan melakukan aksi pemulungan. Ada yang datang membawa konsep press release yang akan disebarkan ke berbagai media. Ada yang menelpon memastikan bahwa semua persiapan logistik sudah OK. Semua memastikan klo persipan sudah 99% siap.
Hari itu semua bekerja sama dan bahu-membahu mempersiapkan segala hal untuk besok pagi. Penuh canda dan tawa. Seolah-olah tidak ada yang merasa terbebani dengan tanggung jawab yang diberikan. Ikhlas melaksanakan kewajibannya. Saya sangat salut dan bangga bisa bersama orang-orang yang tidak normal ini. Bergabung bersama Komunitas Peduli Ciliwung. Komunitas yang bermimpi sungai ciliung bisa bersih dan sejuk. Damai dan indah. Walaupun entah kapan mimpi itu terwujud.
‘Otak dan tangan’ seolah-olah menepuk pundak saya.
“Congratulation guys… you have crazy friends for support this event. You not alone you know!. Go on to the next DREAMS”.
Foto: Hariyono
2 Komentar:
he he he gila tu orang orang crazy masuk ke kantor walikota. untung nya walikotaknya nya tidak muncul ya sudah gak jadi makan nasi kotak he he he tapi terasa bangga ketika yang datang pak wakil yang menyerahkan tropy liga tjiliwoeng se kota Bogor nasik kotak sih ngak ada tapi kacang dan kue melimpah om.... lanjutkan
Kalo lihat fotonya, aku jadi teringat ucapan Pak Wakil Walikota sama sang Ibu Lurah. Kalo gak salah begini dia bilang, "Semoga piala ini dapat sebening ibu ... " Ooops ... salah yaa??
Posting Komentar