Bogor, 15 Januari 2011
Ditulis oleh Rita Mustika sari
Kita pikir demokratis itu adalah sebuah kebaikan. Tidak peduli bagaimana pun bentuknya. Ternyata kehidupan demokratis dalam pengelolaan air tidak sepenuhnya indah. Setelah jaman otoriter hilang dan pelibatan publik didengungkan, banjir terjadi dimana-mana. Cek saja halaman koran. Banjir dalam negeri atau luar negeri, lengkap ada dalam berita seminggu ini. Tidak tanggung-tanggung, dari mulai kota-kota di Jawa, Australia yg semi-tropis sampai Brasil yg tropis. Apa artinya ini. Apa sih yg dimaksud pelibatan publik ke dalam pengelolaan air. Pelibatan seperti apa yg dimaksud itu. Publik yg mana yg harus terlibat dan dalam bentuk pelibatan seperti apa. Membentuk lembaga-lembaga wadah koordinasi terdengar sangat baik. Tapi itu belum bisa disebut pelibatan publik. Wong kehidupan petani tetap saja kok seperti itu.
Full control. Salah satu ciri demokratisasi dan pelibatan publik terjadi dalam pengelolaan air adalah saat publik memiliki kesempatan memegang kuasa penuh untuk suatu kasus khusus. Bayangkan seorang anak yg bermain puas dengan boneka atau berbagai mainan miliknya. Dia bisa lempar, bisa dia bongkar, bisa apapun yg dia mau.
Di satu sisi, itu hal yg perlu ada. Di sisi lain, kita tidak terbiasa mendapat jatah bicara. Kita jarang berlatih bagaimana seharusnya demokratisasi dalam pengelolaan air itu terjadi. Semuanya sangat teoritis dan formalitas saja. Terlalu banyak tabu dibuat. Takut salah atau apalah. Padahal yg namanya berlatih wajar kalau terjadi salah.
Sepanjang berjalan melakukan Susur Ciliwung, pertanyaan tentang partisipasi publik terus mengiang di telinga. Hanya di tempat seperti Danau Talaga Warna masih tersisa situ dan secuil hutan tempat resapan air. Keluar dari gerbang kawasan dilindungi itu, kehidupan hedonisme manusia menganga menawarkan segala kemolekannya. Puncak Pass gitu lho. Hamparan pegunungan teh, hawa dingin dan segar untuk tea walk dan berbagai rekreasi lainnya, vila-vila mewah atau hanya rumah penduduk biasa yg pada weekend disewakan jam-jam an, dsb.
Aksi kolektif. Orang udah tidak peduli kok. Kata seorang kawan, aksi kolektif kita sudah direduksi sampai di titik ketika ada kematian. Selebihnya kita menjadi manusia individualis saja. Padahal yg namanya pengelolaan sungai musti integrated, katanya. Di tempat yg sudah mraktekin integrated juga tetep ada banjir tuh. Kota Brisbane di Negara Bagian Queensland, Australia Timur yg baru-baru ini menjadi tempat training IWRM karena ada organisasi gabungan antara pemerintah, swasta, universitas, berbagai masyarakat pengguna air (www.healthywaterways.org) saja tergenang banjir yg tingginya ampun-ampunan. Bedanya sama banjir Jakarta jenis sampahnya aja. Tidak terlihat sampah plastik atau kasur bekas mengapung.
Perpipaan desa. Itu masuk dalam areal kerja Dirjen Cipta Karya, Kementrian Pekerjaan Umum, kata seorang kawan yg kerja di Bappenas. Pipa pvc diameter 2 cm berjajar teratur. Setiap pipa diberi nomor, pastinya menunjukkan ke rumah siapa pipa itu mengalir. Walau di dusun yg sama, kami menemukan tumpukan sampah yg dibuang begitu saja di pinggiran sungai, asli tanpa perlakuan apapun. Sepertinya sa-kampung itu melakukan aksi kolektif membung sampah di kali SEKALIGUS mengelola diri dalam pembagian air bersih. Kok bisa yah baik dan buruk berjalan dalam satu desa. Jadi pengen tahu siapa penggagas itu pembagian perpipaan desa. Penasaran apakah dia juga membuang sampah di pinggir sungai.
Jadi apa maunya? Mending tidak usah mikirin bagaimana publik harus terlibat dalam ngurusin sungai? Biarkan saja terjadi apa adanya. Mungkin enak juga. Bisa tidur nyenyak sampai suatu saat kita terbangun, menyadari kalau kita adalah bangsa buruh saja. Bahwa masuknya konsep-konsep pengelolaan sumber daya alam dikuasai oleh mereka yg berani berpikir saja. Terus mencari bentuk seperti apa yg paling pas buat bangsa ini.
Ditulis oleh Rita Mustika sari
Kita pikir demokratis itu adalah sebuah kebaikan. Tidak peduli bagaimana pun bentuknya. Ternyata kehidupan demokratis dalam pengelolaan air tidak sepenuhnya indah. Setelah jaman otoriter hilang dan pelibatan publik didengungkan, banjir terjadi dimana-mana. Cek saja halaman koran. Banjir dalam negeri atau luar negeri, lengkap ada dalam berita seminggu ini. Tidak tanggung-tanggung, dari mulai kota-kota di Jawa, Australia yg semi-tropis sampai Brasil yg tropis. Apa artinya ini. Apa sih yg dimaksud pelibatan publik ke dalam pengelolaan air. Pelibatan seperti apa yg dimaksud itu. Publik yg mana yg harus terlibat dan dalam bentuk pelibatan seperti apa. Membentuk lembaga-lembaga wadah koordinasi terdengar sangat baik. Tapi itu belum bisa disebut pelibatan publik. Wong kehidupan petani tetap saja kok seperti itu.
Full control. Salah satu ciri demokratisasi dan pelibatan publik terjadi dalam pengelolaan air adalah saat publik memiliki kesempatan memegang kuasa penuh untuk suatu kasus khusus. Bayangkan seorang anak yg bermain puas dengan boneka atau berbagai mainan miliknya. Dia bisa lempar, bisa dia bongkar, bisa apapun yg dia mau.
Di satu sisi, itu hal yg perlu ada. Di sisi lain, kita tidak terbiasa mendapat jatah bicara. Kita jarang berlatih bagaimana seharusnya demokratisasi dalam pengelolaan air itu terjadi. Semuanya sangat teoritis dan formalitas saja. Terlalu banyak tabu dibuat. Takut salah atau apalah. Padahal yg namanya berlatih wajar kalau terjadi salah.
Sepanjang berjalan melakukan Susur Ciliwung, pertanyaan tentang partisipasi publik terus mengiang di telinga. Hanya di tempat seperti Danau Talaga Warna masih tersisa situ dan secuil hutan tempat resapan air. Keluar dari gerbang kawasan dilindungi itu, kehidupan hedonisme manusia menganga menawarkan segala kemolekannya. Puncak Pass gitu lho. Hamparan pegunungan teh, hawa dingin dan segar untuk tea walk dan berbagai rekreasi lainnya, vila-vila mewah atau hanya rumah penduduk biasa yg pada weekend disewakan jam-jam an, dsb.
Aksi kolektif. Orang udah tidak peduli kok. Kata seorang kawan, aksi kolektif kita sudah direduksi sampai di titik ketika ada kematian. Selebihnya kita menjadi manusia individualis saja. Padahal yg namanya pengelolaan sungai musti integrated, katanya. Di tempat yg sudah mraktekin integrated juga tetep ada banjir tuh. Kota Brisbane di Negara Bagian Queensland, Australia Timur yg baru-baru ini menjadi tempat training IWRM karena ada organisasi gabungan antara pemerintah, swasta, universitas, berbagai masyarakat pengguna air (www.healthywaterways.org) saja tergenang banjir yg tingginya ampun-ampunan. Bedanya sama banjir Jakarta jenis sampahnya aja. Tidak terlihat sampah plastik atau kasur bekas mengapung.
Perpipaan desa. Itu masuk dalam areal kerja Dirjen Cipta Karya, Kementrian Pekerjaan Umum, kata seorang kawan yg kerja di Bappenas. Pipa pvc diameter 2 cm berjajar teratur. Setiap pipa diberi nomor, pastinya menunjukkan ke rumah siapa pipa itu mengalir. Walau di dusun yg sama, kami menemukan tumpukan sampah yg dibuang begitu saja di pinggiran sungai, asli tanpa perlakuan apapun. Sepertinya sa-kampung itu melakukan aksi kolektif membung sampah di kali SEKALIGUS mengelola diri dalam pembagian air bersih. Kok bisa yah baik dan buruk berjalan dalam satu desa. Jadi pengen tahu siapa penggagas itu pembagian perpipaan desa. Penasaran apakah dia juga membuang sampah di pinggir sungai.
Jadi apa maunya? Mending tidak usah mikirin bagaimana publik harus terlibat dalam ngurusin sungai? Biarkan saja terjadi apa adanya. Mungkin enak juga. Bisa tidur nyenyak sampai suatu saat kita terbangun, menyadari kalau kita adalah bangsa buruh saja. Bahwa masuknya konsep-konsep pengelolaan sumber daya alam dikuasai oleh mereka yg berani berpikir saja. Terus mencari bentuk seperti apa yg paling pas buat bangsa ini.
3 Komentar:
Haibat betoel ini toelisan dari Mevrouw Itok. Perdjalanan njoesoer Tjiliwoeng maimang tlah kassie banjak inspiratie.
Trima kassie soedah kassie pentjerahan soal kelola aer baek2.
mevrouw ini toelisan memaeng top bleh sngaet sayng kalau hanya berupa tulisan bukan kenyataan. mari bangunkan saudara kita yang masih tidur ternganga
terimakasih puja-pujinya bapak Heulang dan bapak Hari. tulisan ini kurang fokus. mencla-menclok seenaknya. masih perlu editing agar lebih smooth pesannya. dan itulah bagian tidak mudah buat saya. tapi begitulah demokratis. apa artinya Ri?? kebebasan.
kalau tidak semua, yah ada satu atau dua yg bisa nyangkut dan menjadi pembelajaran bersama.
Posting Komentar