Program pembangunan yg tidak dimengerti masyarakat tidak akan mendapatkan dukungan apalagi partisipasi. Kecuali Bapak bawa tentara. hehe... Bekerja dan belajar bersama. Apa yg orang harapkan dari sebuah sungai, potongan asa dari bawah Jembatan Sukamulya.
Menanam pohon selalu memberiku sensasi tertentu. Menanam harapan, melepas kelelahan memahami kompleksnya persoalan kehidupan di negeri ini. Sebuah bibit beringin berukuran 30 cm yg daunnya banyak sudah diambil si roker berambut gondrong. Sebuah bibit yg hampir kering dan menyisakan dua lembar pucuk daun kutanam di sebuah lubang yg bareng-bareng kita gali pake linggis. Sebenarnya bagaimana sih cara melakukan penghijauan pinggir sungai yg benar nih. Jelas-jelas kalau di areal di bawah Jembatan Sukamulya ini, cadas bebatuan. Bu Ateng dan Teh Nanah yg sedari tadi duduk di pinggiran sungai di depan rumahnya berkomentar pesimis melihat ulah kami menanami pinggiran sungai dengan bibit pohon beringin. Paling juga itu dicabutin tukang mulung, katanya yg maksudnya tidak kutangkap jelas. Atau terbawa arus saat banjir datang.
Dan mereka pun mulai bercerita serunya saat banjir tahunan datang. Sampe dapur Teteh sana tuh masuk. Yah rumahnya sih emang pinggir sungai, menyadari kondisinya dan ada rasa khawatir atas ketidak-pastian ini. Kalau nggak tinggal di sini mau dimana lagi, katanya lirih. Kita bayar PBB setiap tahunnya, bayar listrik. Mahal lagi, 50 ribu. Makanya itu kita kumpulin, jaga-jaga kalau suatu hari diusir kita bisa tunjukin.
Teh Nanah pun mulai melanjutkan cerita hidupnya dari Rajapolah, Tasikmalaya pindah ke sini waktu Gunung Galunggung meletus. Lahir tahun 1975 dan menghabiskan masa kanak-kanak di Bogor. Bapak jualan soto di terminal bis, tapi sekarang si bapaknya udah meninggal. Dapat suami orang Bogor dan terus tinggal di sini.
Bu Ateng tidak habis pikir kenapa seorang ibu rumah tangga sepertiku mendapat ijin dari suami untuk mengikuti kegiatan seperti ini. Ada duitnya nggak kalau ikutan mulung. Dan dia pun mulai menyesali kenapa perangkat desa dan RT nya tidak aktif. Susah payah kucoba jelaskan bahwa dia sendiri bisa mulai melakukan sesuatu tanpa perlu menunggu perintah Bu RT. (Kalau komando Bu Rita mau nggak teh. Hehe..).
Yg buang sampah itu mah tukang sayur. Ada tuh tempat pengumpulan sampah di atas sana, jauh juga sih kalau harus menjinjing. Baru belakangan dia bilang, buang pas di tengah, biar dibawa air. Asal jangan di pinggiran sini aja, bala (ungkapan dalam Bahasa Sunda yg artinya semrawut mengotori pekarangan). Mereka juga merasa kalau bantaran sungai itu harus bersih dari sampah. Tapi kenapa masih buang sampah ke sungai. Karena kalau sampahnya terbawa arus, maka itu tidak lagi mengotori pekarangan rumahnya. Bagaimana kalau pemahaman pekarangan rumahnya diperluas menjadi sa-Kota Bogor atau sa-DAS Ciliwung…
Engke mampir atuh lamun lebaran, undangnya. Kutawarkan untuk mampir untuk melihat pertumbuhan pohon-pohon yg ditanam. Ya deh ntar pohonnya dijagain dan disiram. Walau mereka tidak yakin kalau tuh pohon bisa bertahan. Sebentar lagi akan datang banjir badang. Bulan Desember atau Januari. Air sungai akan masuk sampai dapur. Penggorengan mengapung terbawa arus. Rumah itu tuh yg diseberang hancur diterjang arus. Aku terus mengagumi bagaimana orang bisa dengan faseh menunjukkan kesalahan, kelalaian orang lain tapi kelakuannya sendiri tidak bisa dikoreksi. Ah itu mah biasa kaleeeeee….
Bagaimana orang Sukamulya mendapatkan air bersih untuk keseharian dan keperluan masak. Beberapa punya PAM. Bayar sebulan paling 20 ribu. Mata air Ciburial yg berada di belakang Komplek Pendidikan Kesatuan menjadi andalan. Tidak pernah surut sepanjang tahun, paling kalau ada sampah yg menghalangi maka aliran tersendat. Sumur di dalam rumah tidak pernah dipakai karena bau tanah saat dibuat air minum.
Orang sini tidak masalah dengan pemenuhan kebutuhan air bersih. Cuman itu lah buang sampahnya kenapa masih di kali? karena tong sampahnya letaknya kejauhan. Kenapa Pak Dinas Kebersihan membangun tongnya di atas sana? Karena akan memudahkan kami mengangkut sampah. Kan truk sampah tidak bisa masuk sampe gang-gank perumahan kecil. Nah mungkin disinilah partisipasi warga bisa dilakukan. Mengangkut sampah dari tong di setiap RT, diangkut ke bak sampah besar di atas sana.
0 Komentar:
Posting Komentar