Hari ini dikabarkan di koran besar nasional bahwa hingga akhir tahun 2011 ini, Sungai Ciliwung masih mengalami pendangkalan parah dan penyempitan badan sungai. Sampah masih dianggap masalah, demikian pula halnya dengan okupasi bantaran sungai oleh pemukiman padat.
Sebagai salah satu pengamat lokal dan kampungan di Bogor, tentunya berita koran nasional ini jadi menarik. Menariknya bukan soal kondisi Ciliwung. Tapi soal apa yang semestinya dilakukan jika kita anggap kondisi tersebut jadi masalah penting.
Ternyata jawaban atas masalah di Ciliwung ini berdasarkan kabar di koran tersebut cukup singkat (hanya dua kata), namun penjelasan dan efek sampingnya bisa jadi cukup rumit untuk dilakukan. Koran ini mengabarkan jawaban yang disiapkan oleh Pemerintah, yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Sumberdaya Air di Kementerian Pekerjaan Umum. Yupp ... sebuah kementerian yang selama ini dikenal luas sebagai perencana dan pelaksana pembangunan jalan, gedung, waduk, dan irigasi. Intinya seperti kementerian bangunan fisik.
Oya hampir lupa, jawaban dari kementerian itu adalah “revitalisasi Ciliwung”. Yang dijelaskan dari kata2 tersebut adalah memindahkan (relokasi) warga bantaran sungai di Kampung Melayu, membuat sodetan sungai di Kalibata (Jakarta Selatan) dan Kebon Baru (Jakarta Timur), serta selanjutnya membangun rumah susun sewa (rusunawa). Dari jawaban tersebut, saya merasa ada yang tidak logis. Karena nuansa jawabannya adalah sebuah rencana yang berbasiskan kebutuhan membangun sarana fisik (bangunan).
Kalo gak percaya, coba kita lihat arti kata “revitalisasi”. Menurut laman Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata revitalisasi adalah proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali. Naaahh kalau revitalisasi Ciliwung, arti sederhananya adalah menghidupkan kembali Ciliwung kan? Kenapa jawaban dari Pemerintah artinya adalah membangun sarana fisik yaa? Anehh betul ini ....
Saya coba menyandingkan seluruh komponen masalah dan solusinya dalam berita koran tersebut. Begini hasilnya ...
Lalu apa hubungannya dengan upaya untuk menghidupkan kembali Sungai Ciliwung? Apakah sodetan, relokasi dan pembangunan rusunawa itu berujung pada hidup kembalinya Sungai Ciliwung?
Yang saya tahu, pendangkalan sungai itu disebabkan oleh adanya erosi tanah di daerah hulu. Tumpukan sampah itu disebabkan oleh banyaknya orang membuang sampah di badan sungai dari hulu sampai ke hilir. Dan penyempitan badan sungai itu disebabkan oleh banyaknya bangunan di bantaran sungai, maupun badan sungainya sendiri.
Saya yakin yang namanya Pemerintah semestinya tahu betul bagaimana kondisi dan apa yang terjadi di sungai, terlebih Sungai Ciliwung. Ini sungai besar yang membelah ibukota negara, masa sih Pemerintah negara ini gak tahu ... kan gak mungkin. Pemerintah pasti tahu bahwa hulu Ciliwung itu sudah tidak punya fungsi sebagai daerah tangkapan air akibat banyaknya villa, hotel, lapangan golf, kebun teh, dan hutan pinus. Sementara daerah tengah dari Kota Bogor hingga ke Kota Depok banyak sekali dibangun perumahan untuk warga kelas menengah ke atas yang bernuansa river view. Soal sampah juga bisa dilihat dengan mata telanjang, bahwa tumpukannya tidak hanya terjadi di Jakarta, tapi telah ada sejak dari hulu Ciliwung di daerah wisata Puncak.
Jadi kesimpulan saya ... walau masih sebatas rencana, revitalisasi Ciliwung ini adalah sebuah rencana yang tidak saya pahami logikanya. Mungkin saya yang kurang pintar memahaminya. Mungkin juga karena memang di negara ini, sungai bukan urusan penting. Mengurus sungai sepenuhnya diserahkan pada kementerian yang selama ini dikenal mengurus sarana fisik (bangunan) saja.
logo Kementerian Pekerjaan Umum diunduh dari laman ini.
Sebagai salah satu pengamat lokal dan kampungan di Bogor, tentunya berita koran nasional ini jadi menarik. Menariknya bukan soal kondisi Ciliwung. Tapi soal apa yang semestinya dilakukan jika kita anggap kondisi tersebut jadi masalah penting.
Ternyata jawaban atas masalah di Ciliwung ini berdasarkan kabar di koran tersebut cukup singkat (hanya dua kata), namun penjelasan dan efek sampingnya bisa jadi cukup rumit untuk dilakukan. Koran ini mengabarkan jawaban yang disiapkan oleh Pemerintah, yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Sumberdaya Air di Kementerian Pekerjaan Umum. Yupp ... sebuah kementerian yang selama ini dikenal luas sebagai perencana dan pelaksana pembangunan jalan, gedung, waduk, dan irigasi. Intinya seperti kementerian bangunan fisik.
Oya hampir lupa, jawaban dari kementerian itu adalah “revitalisasi Ciliwung”. Yang dijelaskan dari kata2 tersebut adalah memindahkan (relokasi) warga bantaran sungai di Kampung Melayu, membuat sodetan sungai di Kalibata (Jakarta Selatan) dan Kebon Baru (Jakarta Timur), serta selanjutnya membangun rumah susun sewa (rusunawa). Dari jawaban tersebut, saya merasa ada yang tidak logis. Karena nuansa jawabannya adalah sebuah rencana yang berbasiskan kebutuhan membangun sarana fisik (bangunan).
Kalo gak percaya, coba kita lihat arti kata “revitalisasi”. Menurut laman Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata revitalisasi adalah proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali. Naaahh kalau revitalisasi Ciliwung, arti sederhananya adalah menghidupkan kembali Ciliwung kan? Kenapa jawaban dari Pemerintah artinya adalah membangun sarana fisik yaa? Anehh betul ini ....
Saya coba menyandingkan seluruh komponen masalah dan solusinya dalam berita koran tersebut. Begini hasilnya ...
Masalahnya: terjadi pendangkalan berat di Ciliwung. Solusinya: perlu dibuat sodetan sungai di Kalibata dan Kebon Baru.
Masalahnya: dijumpai tumpukan sampah dan terjadi penyempitan badan Sungai Ciliwung. Solusinya: perlu dilakukan relokasi warga bantaran di Kampung Melayu. Lalu dibangun rusunawa di Kalibata dan Kebon Baru utk tempat tinggal warga Kampung Melayu tersebut.
Yang saya tahu, pendangkalan sungai itu disebabkan oleh adanya erosi tanah di daerah hulu. Tumpukan sampah itu disebabkan oleh banyaknya orang membuang sampah di badan sungai dari hulu sampai ke hilir. Dan penyempitan badan sungai itu disebabkan oleh banyaknya bangunan di bantaran sungai, maupun badan sungainya sendiri.
Saya yakin yang namanya Pemerintah semestinya tahu betul bagaimana kondisi dan apa yang terjadi di sungai, terlebih Sungai Ciliwung. Ini sungai besar yang membelah ibukota negara, masa sih Pemerintah negara ini gak tahu ... kan gak mungkin. Pemerintah pasti tahu bahwa hulu Ciliwung itu sudah tidak punya fungsi sebagai daerah tangkapan air akibat banyaknya villa, hotel, lapangan golf, kebun teh, dan hutan pinus. Sementara daerah tengah dari Kota Bogor hingga ke Kota Depok banyak sekali dibangun perumahan untuk warga kelas menengah ke atas yang bernuansa river view. Soal sampah juga bisa dilihat dengan mata telanjang, bahwa tumpukannya tidak hanya terjadi di Jakarta, tapi telah ada sejak dari hulu Ciliwung di daerah wisata Puncak.
Jadi kesimpulan saya ... walau masih sebatas rencana, revitalisasi Ciliwung ini adalah sebuah rencana yang tidak saya pahami logikanya. Mungkin saya yang kurang pintar memahaminya. Mungkin juga karena memang di negara ini, sungai bukan urusan penting. Mengurus sungai sepenuhnya diserahkan pada kementerian yang selama ini dikenal mengurus sarana fisik (bangunan) saja.
logo Kementerian Pekerjaan Umum diunduh dari laman ini.
2 Komentar:
1. memindahkan (relokasi) warga bantaran sungai di Kampung Melayu, 2. membuat sodetan sungai di Kalibata (Jakarta Selatan) dan Kebon Baru (Jakarta Timur), 3. membangun rumah susun sewa (rusunawa).
ketik kata revitalisasi di google. yg keluar adalah artikel tentang pembangunan renovasi pasar tradisional, dst yg melulu isinya soal perubahan bangunan. mungkin pembangunan non-fisik terlalu maya jauh dari jangkauan, perlu imajinasi tinggi. dan yg jelas tidak mudah membuat anggaran dan capaiannya???
@hari the blacket: maksudnya apa yaa mengirimkan link web tersebut?
@ritamustikasari: sepertinya memang begitu cara Pemerintah memahami kata "revitalisasi". Kasihan juga yaa rakyat di negara ini ... termasuk kita juga (hehehe)
Posting Komentar