Rabu, Januari 12, 2011

Menemukan Tjiliwoeng

Share & Comment
Hingar bingar pergantian tahun agaknya mampu mendenyutkan darah segar yang memasok oksigen lebih melimpah menuju otak. Mungkin dipicu pemasukan nutrisi yang membaik menyertai peningkatan taraf hidup tahun kemaren, atau sekadar dampak pompaan keriangan malam tahun baru. Atau bisa jadi hasil kontemplasi yang membawa pencerahan dan harapan yang gres dan masih kinyis-kinyis.Tak jadi soal dari mana asalnya, yang pasti semua itu berdampak pada kecerdasan yang tak pelak orisinil. Kecerdasan yang menikung menderu dalam gagasan baru mengakrabi Tjiliwoeng. Tjiliwoeng yang dipercayai macam jejaring pembuluh darah bagi Bogor dan sekitarnya.

Tak seperti biasa, gerombolan pengusung "Ciliwung Ruksak, Hirup Balangsak", menjalin niat kolektif menyusuri aliran anak sungai Tjiliwoeng nun dari hulu sana. Sudah tentu bersama dengan dua dedengkot gerombolan ini, yang segera mengingatkan saya pada lokomotif sepur uap: sterk, item dan ngebul. Dan kira-kira seperti begini TOR atau term of reference yang dijabarkan panjang lebar, "Jalan-jalan santai sambil melakukan ini dan itu, sesuai dengan kesenangan masing-masing". Saya sungguh penasaran, tapi silakan sampeyan tafsirkan sendiri-sendiri intinya...

Masih cukup pagi gerombolan ini tiba di gerbang Talaga Warna, lokasi terpilih untuk memulai penyusuran. Di depan loket, pembicaraan dibuka. Awal yang sempat bikin ragu. Pasalnya, penjaga telaga pun tidak meyakini bahwa Tjiliwoeng memiliki sumber dari telaga ini, melainkan Talaga Saat, yang kurang lebih berada 3 kilometer di sebelah utara Talaga Warna. Baiklah... setelah sejenak meninjau ke dalam kompleks telaga dan meninggalkan lembaran uang hasil bantingan sekadarnya, sesuai komando kami menuju ke utara, ke Talaga Saat. Tapi apa mau dikata, 5 menit meninggalkan gerbang kompleks telaga, gemericik air di sisi jalan berbatu itu terlalu nyaring dan menggugah keingintahuan. Mana mungkin diabaikan. Parit itulah yang menang, Talaga Saat tak lagi membayang.


Segeralah penyusuran dimulai. Dalam 15 menit berikutnya keraguan kedua timbul. Alur air masuk wilayah privat yang cukup luas, jejak hilang, stop sejenak, tunggu komando. Ya kira-kira seperti itulah perjalanan dilakukan, grudag-grudug memainkan ragu dan pasti sealur kali yang diikuti. Tapi itu ternyata tidak terlalu jadi soal dan tidak perlu menunggu tokek berbunyi, karena komandan selalu siap memandu dan memastikan arah 12 awak lainnya. Salah atau benar itu bisa dibicarakan kemudian...

Meski dari 2 hari yang direncanakan, saya hanya mengikuti hari pertama, ini merupakan perjalanan yang luar biasa. Perjalanan menghilir seturut batang air yang kecil saja, hingga menjadi sungai yang gemrojog, setelah bergabung dengan air dari berpuluh alur dan mata air lainnya. Perjalanan untuk menemukan. Menemukan bahwa ternyata banyak mata air yang akan hilang saat kemarau, menemukan sesampah yang sudah tertimbun sejak di hulu, menemukan bahwa orang kaya yang punya villa pun membuang sampah ke kali, menemukan sungai yang mengalir di atas jalan, menemukan sawah berteras yang indah dipandang dari tengah kali, menemukan ikan luar negeri yang sepertinya sudah naturalisasi seperti pemain sepakbola, sampai bisa juga menemukan rumah makan khas sunda bernama "Ojo Lali". Bahwa segala yang ditemukan, ditemukan begitu saja, tanpa perlu kerumitan rencana. Di sepanjang perjalanan, semua hanya merekam: pikiran, pengetahuan, tulisan, suasana, suara, koordinat. Tak lebih. Baru di kemudian hari saya tertawa-tawa melihatnya sebagai jalur di atas peta, foto-foto atau tulisan di website, fesbuk atau blog, dan lain sebagainya. Sungguh mengasyikkan.

Maka mari, mari... jangan ragu lagi sampeyan rencanakan untuk turut serta di perjalanan berikutnya. Demi meyakinkan sampeyan semua bahwa perjalanan ini adalah jaminan mutu, jempol saya angkat empat-empatnya. (Mohon maaf untuk kawan di dekat-dekat saya, kalau oleh karenanya saya jadi ngangkang begitu)
-anakperi-

**betul-betul tulisan ini fakir gambar, karena rekam gambar sudah banyak dan bisa dilihat di sini, begitu pula satu-satunya gambar di tulisan ini.
Tags: ,

Komunitas Peduli Ciliwung Bogor berdiri sejak Maret 2009. Komunitas yang menginginkan adanya rasa kepedulian terhadap keberlangsungan sungai Ciliwung di Kota Bogor. 

4 Komentar:

Moes Jum mengatakan...

Wakakakakakkkkk ... betoel2 seperti membatja seboeah novel jang merogoh soekma. Ini toelisan maimang soeda menggambarken semoeanja. Top markotop poen ... soeda saatnja kita merajaken dengan minoem "la kola"

pandiran getek mengatakan...

tulisan yg luaw biasa, meng-inspirasi, penuh ketegangan, dan petualanagn...anak peri memang seorang penulis yg top markotop..{kaya kometar di penulis buku2 laris gtu lo..he..he..)

ejhonski

suser mengatakan...

asep, makasih sudah menemukan ojo lali. hidangan ati macan yg tidak terlupakan.
suser

hari the blacket mengatakan...

ojo lali lho mas mase lan mbak mbak e yen bar soesoer tjiliwoeng mampirra. tapi emang top buanget ojo lali kuwi kang iso ngobati laper pegel2 lan iso ngarahke nang tjiliwoeng. ojo lali lo soesoere ijik adoh mas mbak pa'e embok'e lan para sederek kabeh.

 

Artikel Populer

Tjiliwoeng on Facebook

Copyright © KOMUNITAS PEDULI CILIWUNG BOGOR | Designed by Templateism.com | Published by GooyaabiTemplates.com